Wednesday, November 29, 2017

AJARAN UTAMA LANGIT


Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّ لَكَ أَلا تَجُوعَ فِيهَا وَلا تَعْرَى (١١٨) وَأَنَّكَ لا تَظْمَأُ فِيهَا وَلا تَضْحَى (١١٩)

”Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan didalamnya dan tidak akan telanjang, dan tidak akan merasakan dahaga dan tidak (pula) akan ditimpa panas matahari didalamnya.” (QS. Thaha: 118-119)
Ayat ini menjelaskan semua yang akan Adam nikmati semasa hidup disurga dari segala hidangan yang mengenyangkan dan tidak akan pernah merasa lapar dan haus, tersedia segala model pakaian yang menutup aurat, air yang mengalir tiada henti, tidak merasa lelah dan penat, tersedia segala macam buah-buahan kecuali hanya satu pohon saja yang terlarang untuk mendekatinya, apalagi sampai memakan buahnya. Dan ayat ini merupakan pelajaran dasar pula bagi kita bahwa Allah memberikan kita di dunia segala macam, dan hanya beberapa diantaranya yang terlarang.

Kemudian Allah memperingati Adam dan Hawa bahwasanya iblis merupakan musuh terbesar manusia dan jangan pernah sekalipun mendengar hasutan dan kebohongannya:

فَقُلْنَا يَا آدَمُ إِنَّ هَذَا عَدُوٌّ لَكَ وَلِزَوْجِكَ فَلا يُخْرِجَنَّكُمَا مِنَ الْجَنَّةِ فَتَشْقَى (١١٧)

Maka Kami berkata: Hai Adam, sesungguhnya ini (iblis) adalah musuh bagimu dan isterimu, maka sekali-kali janganlah sampai ia mengeluarkan kalian dari surga, yang menyebabkan kamu menjadi celaka.”(QS. Thaha: 117)

Perlu kita ketahui bahwa dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَلا تَقْرَبَا هَذِهِ الشَّجَرَةَ فَتَكُونَا مِنَ الظَّالِمِينَ

”Janganlah kalian berdua mendekati pohon ini. nanti kamu termasuk orang-orang yang zalim.”

Allah sendiri tidak menggunakan kalimat “Janganlah kau makan pohon ini,” namun mengapa redaksi ayat itu tidak menggunakan ‘makan’ tapi justru menggunakan kata dekati? Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala hendak menjaga Adam dan keturunanya kelak dari tipuan dosa. Karena jika Allah menggunakan kalimat “Janganlah kamu makan” maka dengan sendirinya dipebolehkan bagi Adam dan Hawa mendekatipohon dan duduk disekitarnya, sambil berangan-angan nikmatnya memakan buah yang ada dipohon itu atau menikmati aroma buah itu hinggan mungkin sekali akan tergoda untuk memakannya. Karena tujuan Allah adalah untuk menjaga dan memperingati Adam dan keturunanya dari segala tipu daya, maka dipergunakanlah kata ‘mendekati’ agar semua kemungkinan buruk dapat dihindarkan. Karena jika anda mendekati sesuatu yang diharamkan Allah, maka anda mungkin akan berfikir ulang untuk melakukannya karena besarnya dosa yang ditimbulkannya dan mungkin anda akan mengurungkan tujuan semula sehingga menjauhinya. Mungkin saja anda akan terus mendekatinya sehingga yang diharamkan itu akan anda lakukan.

Demikian pula watak Al-Qur’an yang selalu menggunakan kata ‘mendekati’ (qurb) ketika membicarakan tentang maksiat, seperti yang tercantum dalam ayat:

ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ حُرُمَاتِ اللَّهِ فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ عِنْدَ رَبِّهِ وَأُحِلَّتْ لَكُمُ الأنْعَامُ إِلا مَا يُتْلَى عَلَيْكُمْ فَاجْتَنِبُوا الرِّجْسَ مِنَ الأوْثَانِ وَاجْتَنِبُوا قَوْلَ الزُّورِ (٣٠

”Demikianlah (perintah Allah) dan barangsiapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah maka hal itu lebih baik baginya disisi Tuhannya. Dan telah dihalalkan bagi kamu semua binatang ternak, terkecuali yang diterangkan kepadamu keharamannya, maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan dusta.”(QS. Al-Hajj: 30)

Ayat diatas tidak menggunakan kalimat “Jangan kau sembah berhala”, karena jika kata ini digunakan, maka dibolehkan mendatangi tempat-tempat yang didalamnya terdapat segala macam berhala yang dipakai untuk ibadah dan duduk didalamnya. Demikian pula ketika Allah mengharamkan minuman keras.
يٰٓأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنصَابُ وَالْأَزْلٰمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ ﴿المائدة:٩۰

”Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan itu.”(QS. Al-Maidah: 90)

Kata yang digunakan sebagai larangan itu hanya berarti “jauhilah” atau “jangan dekati” dan arti dari ayat diatas menjadi argumen sebagian orang yang berasumsi bahwa Allah tidak mengharamkan minuman keras karena ayah diatas hanya menunjukkan larangan untuk mendekati minuman keras itu saja. Asumsi itu tidak berdasar sama sekali, karena sebenarnya bahwa kalimat perintah yang menggunakan kalimat ‘mendekati’ mengandung larangan yang lebih keras dari pada kalimat yang hanya mengandung perintah larangan meminumnya. Jika larangan itu hanya berbentuk terlarangnya meminum minuman keras, maka larangan itu hanya sebatas mengonsumsinya saja dan perbuatan selain itu tidak dilarang. Artinya boleh diproduksi, diperdagangkan, ataupun boleh membangun kedai minuman keras, melayani pembeli dan duduk bersama mereka untuk melayani pelanggan, dan kita sendiri tidak berdosa sama sekali karena tidak sedikitpun mencicipinya. Namun berbeda halnya jika larangan itu berbentuk mendekati, artinya dari penyediaan semua fasilitas dari tingkat produksi, distribusi, perdagangan, hingga tingkat mengonsumsinya terlarang sama sekali tanpa kecuali.

TERIMA KASIH TELAH BERKUNJUNG

Jangan Lupa Subscribe My Channel You Tube
Naufal Azhari

Tuesday, November 28, 2017

DUNIA ADALAH TEMPAT UJIAN DAN COBAAN


Kehidupan di dunia pada dasarnya hanya sebagai tempat cobaan yang dihiasi dengan warna-warni kehidupan yang dipenuhi dengan derita dan cobaan. Dunia ini juga tempat tinggal iblis atas kesesatannya begitu pula dengan pengikut iblis, yaitu manusia yang mengikuti jejak langkahnya yang berhasil dikelabuhinya. Tipu daya iblis terus menghantui setiap langkah manusia. Bagi yang lebih mencintai Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka hasutan dan tipu daya setan tidak akan membuatnya terpesona dan lalai dari ketaatannya kapada Allah. Namun bagi yang tetarik mengikuti ajakan iblis, maka Allah juga akan melebarkan jalan manusia itu untuk menerima ajakan iblis dan bahkan menambah kenikmatan bagi pengikut iblis agar terus membuntutinya, sebagaimana digambarkan oleh Al-Qur’an :
أَلَمْ تَرَ أَنَّا أَرْسَلْنَا الشَّيٰطِيْنَ عَلَى الْكٰفِرِيْنَ تَؤُزُّهُمْ أَزًّا ۙ٨٣

فَلَا تَعْجَلْ عَلَيْهِمْۗ إِنَّمَا نَعُدُّ لَهُمْ عَدًّا ۗ٨٤

”Tidakkah kami lihat, bahwasanya kami telah mengirim syaitan-syaitan itu kepada orang-orang kafir untuk menghasut mereka berbuat maksiat dengan sungguh-sungguh? Maka janganlah kamu tergesah-gesah meminta siksa atas mereka, karena sesungguhnya kami hanya menghitung hari datangnya (hari siksaan) untuk mereka dengan perhitungan yang teliti.”(QS. Maryam: 83-84)

Jika yang dicintainya adalah Allah semata, maka hidupnya akan selalu bersama Allah, dan Allah akan menghindarkannya dari segala kebrukan, kejelekan, dan akan terbuka dihadapanya semua pintu kebaikan dan kebahagiaan. Jika yang diikutinya setan, maka Allah akan membiarkannya terlena dipangkuan setan, ia akan terus bergelimang dengan dosa, kehidupannya penuh dengan derita tanpa akhir, dosa yang terus menebal, dan tidak tersisa sedikitpun darinya kecuali dosa dan maksiat.

Untuk menyempurnakan segala ujian dan cobaan, maka adanya tipu daya dan godaan setan akan terwujud nyata dikehidupan dunia ini sebagai tempat menempa dan menguji hamba-hamba Allah atas kesempurnaan keimanan dan ketulusan cinta mereka. Bentuk cinta ini tidak hanya bisa diwujudkan dalam wacana belaka, namun mesti diaplikasikan dalam kehidupan nyata seperti misalnya anda berbicara, “Aku akan melakukannya nanti” namun ketika tiba waktu yang ditentukan itu, hal tersebut tidak pernah diperbuat sama sekali. Hal ini seperti seseorang yang mengemban sebuah amanah (kepercayaan) yang diberikan Allah kepadanya untuk selalu taat kepada-Nya dan ia berjanji untuk memegang erat kepercayaan itu dengan sebaik-baiknya. Namun apa daya ketika dunia mengambil amanah itu dengan manisnya tipuan setan, maka terlenalah ia dengan mengikuti langkah setan dan akhirnya terlupa terhadap janji untuk memegang amanah tersebut dan keluar dari ketentuan yang digariskan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Telah dijelaskan diatas bahwa setan meratap meminta agar Allah menangguhkan pembalasan bagi dirinya hingga hari kiamat nanti. Meskipun Allah menangguhkan siksa terhadap setan itu, namun demikian tidak berarti Allah mengabulkan permintaan setan iyu. Namun maksud penangguhan itu dengan ditempatkannya setan didunia -yang menjadi tempat cobaan dan ujian bagi manusia- merupakan kesempurnaan iradah (kehendak) Allah dalam kehidupan manusia. Dengan demikian penangguhan siksa setan itu bukan semata-mata karena dosa setan, namun hanya untuk mewujudkan eksistensi iradah Allah didunia untuk menguji manusia hingga akhir kelak nanti. Dengan menangguhkan siksaan ini hingga akhir pembalasa, makan setan mengambil kesempatan ini dengan sebaik-baiknya untuk membujuk, merayu, menipu dan yang sejenisnya, yang merupakan seperangkat tipu daya setan yang ditunjukkan kepada keturunan Adam, seperti yang digambarkan dalam salah satu ayat Al-Qur’an :

قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ

”Iblis menjawab : Karena Engkau telah menghukum saya dengan kesesatan, saya akan (menghalang-halang) mereka dari jalan Engkau yang lurus.” (QS. Al-A’raf: 16)

Lantas bagaimana upaya setan untuk menggoda manusia? Dengan cara apa setan menghasut manusia? Pertayaan ini akan terjawab manakala dibaca salah satu ayat Al-Qur’an yang menceritakan perkataan setan:

”Iblis menjawab: Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya.”(QS. Shaad: 82)

Dari ayat tersebut dapat diketahui jawaban singkat upaya setan untuk menggoda manusia, yaitu dengan ‘kemuliaan Allah Subhanahu wa Ta’ala semata’. Artinya ketika ditanya dengan cara apa ia menggoda manusia, sang iblis seakan menjawab:” Ya Allah, jika Engkau menghendaki orang itu menjadi seorang hamba yang taat kepada-Mu, maka aku tidak mampu sedikitpun untuk menggodanya. Dan Engkau maha mulia dari semua makhluk yang diciptakan oleh-Mu. Tidak akan pernah sedikitpun kekuasaan-Mu bertambah karena ketaatan hamba-Mu itu, tidak pula kekuasaan-Muberkurang karena dosa yang diperbuatnya. Namu dengan kemuliaan-Mu itu, aku akan menggoda hamba-Mu itu dengan memberi keindahan dan kenikmatan semua jalan maksiat, dan aku akan menghalangi ketika mereka berjalan dijalan yang benar.”

Dari ungkapan setan itu dapat menggambarkan bahwa setan tidak perlu menghalangi seseorang yang menempuh jalan kesesatan dan setan tidak perlu untuk duduk menghalangi orang-orang yang lalu lalang ketempat-tempat yang menyediakan minuman keras, karena orang-orang yang berada ditempat tersebut dengan sendirinya sudah menjadi bagian dari para kawanan pengikut setan itu sendiri.

TERIMA KASIH TELAH BERKUNJUNG

Jangan Lupa Subscribe My Channel You Tube
Naufal Azhari

Monday, November 27, 2017

HAKIKAT IBLIS


Siapa itu iblis? Iblis berasal dari mana? Iblis berasal dari kalangan jin bukan malaikat. Karena pada dasarnya malaikat tidak pernah membangkang terhadap perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sedangkan jin itu diberikan beberapa pilihan hidup oleh Allah, seperti juga halnya yang diberikan kepada manusia. Sebagai ulama membagi makhluk menjadi 3 bagian yaitu setan, jin, dan manusia. Tapi saya tidak sependapat dengan ini,menurut saya pembagian hanya ada 2 saja yaitu manusia dan jin, seperti yang diterangkan dalam suatu ayat yang berbunyi:

سَنَفْرُغُ لَكُمْ أَيُّهَ الثَّقَلَانِ

”Kami akan memperhatikan sepenuhnya kepadamu hai manusia dan jin.”(QS. Ar-Rahman: 31)
Adapun ayat lain menyatakan pula:

وَأَنَّا مِنَّا الْمُسْلِمُونَ وَمِنَّا الْقَاسِطُونَ ۖفَمَنْ أَسْلَمَ فَأُولَٰئِكَ تَحَرَّوْا رَشَدًا

وَأَمَّا الْقَاسِطُونَ فَكَانُوا لِجَهَنَّمَ حَطَبًا

“Dan sesungguhnya diantara kami ada orang-orang yang ta’at dan ada (pula) orang-orang yang menyimpang dari kebenaran. Barang siapa yang ta’at, maka mereka itu benar-benar telah memilih jalan yang lurus. Adapun orang-orang yang menyimpang dari kebenaran, maka mereka menjadi kayu api bagi neraka jahanam. (QS. A-jin 14-15)

Ayat tersebut menjelaskan bahwa di kawanan jin sendiri ada jin yang taat dan ada pula yang fasik, dan yang fasik inilah yang disebut setan. Dengan demikian iblis termasuk dari golongan jin dan ia dianggap berdosa karena menolak untuk bersujud kepada Nabi Adam (perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala), seperti yang dijelaskan oleh suatu ayat yang berbunyi:

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلائِكَةِ اسْجُدُوا لآدَمَ فَسَجَدُوا إِلا إِبْلِيسَ كَانَ مِنَ الْجِنِّ فَفَسَقَ عَنْ أَمْرِ رَبِّهِ أَفَتَتَّخِذُونَهُ وَذُرِّيَّتَهُ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِي وَهُمْ لَكُمْ عَدُوٌّ بِئْسَ لِلظَّالِمِينَ بَدَلا

”Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, "Sujudlah kamu kepada Adam![11]” Maka mereka pun sujud kecuali iblis, Kecuali iblis, (dan) dia termasuk golongan jin, dan ia mendurhakai perintah Tuhannya.”(QS. Al-Khafi: 50)

Pembangkangan jin terhadap Allah karena menolak sujud kepada Nabi Adam merupakan awal dari dosa yang dilakukan iblis. Muncul pertanyaan apakah pembangkangan iblis itu karena iblis tidak sadar dengan apa yang dilakukannya dan kemudian timbul penyesalan, atau karena kesombongannya karena merasa lebih baik? Dari penjelasan beberapa ayat Al-Qur’an dijelaskan bahwa pembangkangan iblis tersebut disebabkan oleh kesombongannya karena diciptakan dari unsur yang lebih baik dari pada manusia

TERIMA KASIH TELAH BERKUNJUNG

Jangan Lupa Subscribe My Channel You Tube
Naufal Azhari

Saturday, November 25, 2017

TEMPAT MASUKNYA SETAN


Dalam Al-Qur’an Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menerangkan dengan jelas bahwa hasutan, tipu daya, bujukan setan itu nyata dan wujud dalam keseharian manusia. Keraguan, kebimbangan, dan lain sebagainya merupakan jalan yang ditempuh setan untuk membinasakan manusia sehingga terjebak dalam lumpur dosa dan nestapa tanpa akhir.

Namun apa bedanya diantara beberapa cara yang ditempuh setan untuk menjerumuskan manusia? Cara apa yang digunakan setan untuk menipu manusia? Bagaimana setan menarik manusia hingga jatuh ke dalam dosa? Bagaimana setan menakut-nakuti para hamba Allah? Bagaimana mungkin manusia yang telah jatuh dalam kesesatan kemudian setan pergi meninggalkannya?

Sebelum kita mulai menjawab pertanyaan diatas hendaknya perlu diketahui lebih dulu, bahwa keraguan itu adakala dari setan dan dari sifat manusia itu sendiri yang pada dasarnya kedua bentuk itu akan menjerumuskan manusia dalam kesesatan. Al-Qur’an menyebutkan bahwa jiwa manusia terbagi tiga macam. Ada yang disebut jiwa baik dan sehat(thayibah), jiwa tawwamah dan amarah bis-su’i.

Jiwa thayibah ini akan selalu merangsang manusia untuk selalu berbuat baik dan benar, sedangkan sifat lawwamah cenderung mengajak manusia melakukan dosa dan keburukan, namun sifat itu tidak konsisten karena sekali waktu ada rangsangan untuk berbuat baik, namun dilain waktu mengajak pula dalam keburukan dan ajakan ke arah ini lebih banyak rangsangannya. Sedangkan jiwa amarah bis-su’i hanya terus merangsang pada keburukan tanpa merasakan sedikitpun penyesalan atas perbuatannya itu, sehingga tujuan hidupnya hanya keburukan, dan keburukan itu menjadi kebiasaan hidupnya.

sifat ragu-ragu pun dibagi menjadi 2 macam yaitu keraguan (was-was) yang berasal dari hasutan setan kepada manusia, dan keraguan yang timbul dari diri manusia sendiri. Lalu bagaimana membedakannya?

Setan itu akan selalu mengajak manusia dalam kesesatan selamanya dan tidak penting bagi setan bentuk apa dosa itu, yang terpenting baginya manusia harus melakukan dosa itu. Ketika setan menggoda manusia dengan harta yang tidak halal, tidak semerta-merta setan berhenti menghasut ketika orang berhasil mencuri, merampok, atau merampas harta, tapi terus membujuk dengan membayangkan betapa nikmatnya berzina dengan hasil curiannya itu. Setelah zina dilakukan mulai membayangkan lagi bahwa hal itu belum seberapa jika belum minum minuman keras, narkoba, dan lain sebagainya. Disaat itu pula setan menutup jalan menuju ketaatan dari orang itu, dari keenggananya untuk beribadah atau ketaatan lainnya. Ataupun jika hendak melakukan ketaatan dilakukannya dengan berbagai cara yang menarik perhatian orang bahwa ia sedang berbuat baik.

Perlu kita ketahui bahwa cara-cara setan ketika menghasut manusia tidak dilakukan dengan cara paksaan atau kekerasan, namun dilakukan dengan cara yang halus, penuh perhitungan, dan secara teratur. Seperti ketika datang adzan misalnya, setan menggoda seseorang yang tengah menyaksikan sebuah sinetron atau film, setan membisikkan bahwa waktu shalat itu panjang dan lakukan saja setelah sinetron atau film itu selesai. Namun ketika sinetron itu selesai tiba-tiba teringat pekerjaan yang harus dikerjakan segera kemudian ia menelpon seseorang. Setelah itu tiba-tiba ia merasa lapar dan akhirnya makan dulu atau tiba-tiba ada keperluan mendadak dan dia harus keluar rumah untuk menyelesaikan keperluannya itu, dan seterusnya, hingga ia lupa mengerjakan shalat itu. Begitu pula bagi seorang pengusaha, manager, pelayan toko atau lainnya, hasutan setan datang ketika tiba-tiba datang pelanggan atau konsumen yang datang dengan serta-merta shalat itu ditangguhkn dulu karena takut hilang kesempatan mendapatkan uang sehingga hilang waktu shalat dan perbuatan ini dijustifikasi pula bahwa pekerjaan itu adalah bagian dari ibadah pula. Begitu pula hasutan ini ditujukan kepada orang yang hendak beribadah, seorang yang berwudhu misalnya ragu apakah ia telah berwudhu sebagaimana mestinya hingga mengulang-ngulang wudhunya, atau dalam shalat yang tiba-tiba lupa berapa jumlah rakaat yang telah dilakukannya, dan lain sebagainya.

Dengan demikian setan tidak peduli dosa apa yang akan dieperbuat manusia, yang penting baginya adalah bagaimana manusia jatuh dalam dosa.

Sedangkan jika keraguan itu datang dari manusia itu sendiri, maka ia hanya tertarik melakukan satu dosa saja dan tidak mengulanginya di kesempatan lainnya, dan tidak tertarik melakukan dosa lainnya.

TERIMA KASIH TELAH BERKUNJUNG

Jangan Lupa Subscribe My Channel You Tube
Naufal Azhari

Wednesday, November 1, 2017

MAKNA TERDALAM DARI SABAR


~Direndahkan tidak mungkin jadi *SAMPAH,*

~Disanjung tidak mungkin jadi *REMBULAN.*

Maka jangan risaukan *OMONGAN* orang, sebab setiap orang membacamu dengan pemahaman dan pengalaman yang berbeda.

Teruslah melangkah selama engkau di jalan yang *BENAR,* meski terkadang *KEBAIKAN TIDAK SELALU DIHARGAI.* Tidak usah repot-repot menjelaskan tentang dirimu, sebab yang menyukaimu *TIDAK BUTUH* itu dan yang membencimu *TIDAK PERCAYA* itu.

*HIDUP* itu bukan tentang siapa yang *TERBAIK,* tapi tentang SIAPA yang mau *BERBUAT BAIK.*
Jika didzalimi orang *JANGAN BERPIKIR* untuk *MEMBALAS DENDAM,* tapi berpikirlah cara *MEMBALAS dengan KEBAIKAN.*

Jangan mengeluh, teruslah *BERDOA dan BERSYUKUR.* Sibukkan diri dalam *KEBAIKAN* hingga *KEBURUKAN LELAH MENGIKUTIMU.*

Orang *TAK BERIMAN* berkata, *SABAR itu ADA BATASNYA.* Tapi bagi orang yang *BERIMAN, SABAR itu TANPA BATAS.*

Jadi, sabar itu menerima dahulu kehadiran tamu yang bernama *"MASALAH"* sebelum kita melepaskannya. Sebab kita tokh tak akan mudah melepas sesuatu yang belum kita terima Masalah itu akan mudah berpamitan bila sudah kita jamu dengan *BERSYUKUR.*

Sebaiknya hindari mengatakan *"BERSABARLAH SEGALANYA AKAN INDAH PADA WAKTUNYA "* Sebab dengan pernyataan semacam ini membuat kita " *MENUNGGU "* keindahan itu hadir. Dan apapun yang ditunggu itu bisa *TERASA LAMA dan MELELAHKAN* Jadi, *SABAR* itu bukan seberapa lama kita *MENUNGGU,* *SEBERAPA BERAT KITA DITEKAN, SEBERAPA PAHIT KITA DI UJI.*
Tapi seberapa hebat tekanan itu mampu mengasah kita meng create gagasan dan ketrampilan diri untuk lepas dari tekanan tersebut.
Dan disaat itu pula kita berhasil menemukan " *SOLVE "* laksana cahaya di ujung terowongan yang gelap...

TERIMA KASIH TELAH BERKUNJUNG

Jangan Lupa Subscribe My Channel
Naufal Azhari